Senin, 31 Januari 2011

(KISAH) Nyawa Terenggut Karena Adu Domba

Tersebutlah kisah seorang lelaki merasa dengki pada suatu keluarga gara-gara keluarga tersebut menolak keinginannya untuk menikahi salah seorang putri dari keluarga mereka. Akhirnya, dia pun memendam rasa dengki dan merencanakan maksud jahat terhadap keluarga terhormat ini.

Siang dan malam, dia mulai memikirkan sebuah cara untuk melaksanakan niat jahatnya. Akhirnya, dengan mantap dia mempunyai ide untuk melakukan adu domba di antara sang bapak dan putrinya. Si pengadu domba ini pun pergi kepada orang tua gadis itu dan berkata kepadanya, "Sebenarnya putrimu punya teman lelaki yang setiap hari ditemuinya menjelang shalat zhuhur di sebuah ruang pemakaman. Setiap hari, dia datang ke sana dengan membawa bantal."
Seketika, rona muka sang ayah yang malang ini berubah dan kedua matanya ikut mendelik. Dia telah termakan cemburu buta terhadap putri malangnya yang tak berdosa. Dia berkata kepada sang pengadu domba, "Siapa yang memberitahumu tentang hal ini?" Dia menjawab, "Aku berulang kali memergoki mereka dengan kedua mataku ini, dan kamu harus memastikan sendiri. Segala puji bagi Allah yang tidak menetapkan bagiku untuk menikahinya sedang dia menempuh jalan ini..."
Sang ayah putri itu pun berkata, "Aku akan meyakinkan hal ini sendiri..." Dia segera menutup pintu tokonya  dan pergi ke ruang pemakaman, tempat terkumpulnya orang mati. Si pengadu domba ini pun  membuntuti di belakang sang ayah gadis itu tanpa sepengetahuannya. Manakala ia yakin sang ayah sudah masuk  ke ruang pemakaman,  dia pun bergegas pergi ke rumah orang tua sang gadis dan mengetuk pintu. Sewaktu  si gadis berbicara  kepadanya, maka dia berkata kepadanya, "Bapakmu memberi salam dan berkata kepadamu, 'Bawakan segera untukku bantal ke ruang pemakaman'." Dengan penuh keheranan, si gadis berkata kepadanya, "Apa yang membuatnya pergi ke ruang pemakaman? Apa yang diinginkannya dengan bantal?" Si pengadu domba yang licik ini menjawab, "Aku tidak tahu!! Dia mengatakan kepadaku perkataan ini begitu saja."
Dengan cepat, si gadis mengambil bantal dan berangkat menemui ayahnya untuk mengetahui apa yang diinginkan ayahnya  dengan bantal tersebut.  Ketia dia menemui ayahnya sambil membawa bantal di atas kepalanya dan sang ayah pun melihatnya, maka sang ayah yang miskin dan tertipu ini berkata, "Demi Allah, benar ucapan si fulan." Ketika si gadis telah mendekatinya, dia langsung menembak putrinya, dan seketika membuat putrinya tewas tersungkur bersimbah darah.
Sang ayah berkata, "Alhamdulillah, kami telah berlepas darinya, dan seandainya saja aku tahu siapa teman kencannya, niscaya akan ku habisi dia bersamanya."

Setelah itu sang ayah pulang ke rumahnya dan mengabari istrinya -alias ibu dari sang gadis- dengan apa yang telah diperbuatnya, sebagaimana dia juga memberitahu semua anak-anaknya, bahwa putrinya menempuh jalan yang melenceng dan tak adas eorang pun dari pihak keluarga yang memperhatikannya.
Ibu sang gadis berkata, "Ini tidak benar, putriku tidak pernah sekalipun keluar rumah kecuali bersamaku. Siapa yang mengabarimu mengenai hal itu?" Sang ayah menjawab, "Lelaki yang pernah melamarnya dan kita menolaknya...."

Sang ibu berkata, "Barangkali ini suatu muslihat setan dari lelaki biadab ini." Setelah dicek kebenarannya, ternyata itu hanya tipu muslihat yang dirancang oleh setan berkepala manusia ini. Mereka mencari si pengadu domba tersebut, namun tidak menemukan jejaknya, karena dia telah kabur.

Ibu si gadis jatuh sakit menyesali kematian putrinya yang tak berdosa dan kecerobohan sang ayah yang terburu-buru membunuhnya tanpa mengkonfirmasi kebenaran informasi yang didengarnya. Sementara nasib si pengadu domba tersebut berpindah-pindah dari suatu negeri ke negeri lain, tidak menetap dan tidak bisa tenang. Tipu muslihat dan adu domba yang telah disemaikannya kini menjadi belenggu yang senantiasa mengejar-ngejarnya. Akhirnya, dia pun meninggal dunia dengan status melajang, tanpa istri, anak, dan harta. Kita berlindung kepada Allah  subhanahu wata'ala dari sifat semacam ini.


(Sumber: Serial Kisah Teladan, Muhammad bin Shalih al-Qahthani, )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar